Welcome Comments Pictures

Selasa, 19 Juni 2012

MULTIKULTUR DI INDONESIA


SEJARAH MULTIKULTURAL
Multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174)
Sejarah multikulturalisme adalah sejarah masyarakat majemuk. Amerika, Kanada, Australia adalah dari sekian negara yang sangat serius mengembangkan konsep dan teori-teori mulikulturalisme dan juga pendidikan multikultur. Ini dikarenakan mereka adalah masyarakat imigran dan tidak bisa menutup peluang bagi imigran lain untuk masuk dan bergabung di dalamnya. Akan tetapi, negara-negara tersebut merupakan contoh negara yang berhasil mengembangkan masyarakat multikultur dan mereka dapat membangun identitas kebangsaannya, dengan atau tanpa menghilangkan identitas kultur mereka sebelumnya, atau kultur nenek moyangnya.
Dalam sejarahnya, multikultural diawali dengan teori melting pot yang sering diwacanakan oleh J Hector seorang imigran asal Normandia. Dalam teorinya Hector menekankan penyatuan budaya dan melelehkan budaya asal, sehingga seluruh imigran Amerika hanya memiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika, walaupun diakui bahwa monokultur mereka itu lebih diwarnai oleh kultur White Anglo Saxon Protestant (WASP) sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa.
Kemudian, ketika komposisi etnik Amerika semakin beragam dan budaya mereka semakin majemuk, maka teori melting pot kemudian dikritik dan muncul teori baru yang populer dengan nama salad bowl sebagai sebuah teori alternatif dipopulerkan oleh Horace Kallen. Berbeda dengan melting pot yang melelehkan budaya asal dalam membangun budaya baru yang dibangun dalam keragaman, teori salad bowl atau teori gado-gado tidak menghilangkan budaya asal, tapi sebaliknya kultur-kultur lain di luar WASP diakomodir dengan baik dan masing-masing memberikan kontribusi untuk membangun budaya Amerika, sebagai sebuah budaya nasional.
Dengan berbagai teori di atas, bangsa Amerika berupaya memperkuat bangsanya, membangun kesatuan dan persatuan, mengembangkan kebanggaan sebagai orang Amerika. Namun pada dekade 1960-an masih ada sebagian masyarakat yang merasa hak-hak sipilnya belum terpenuhi. Kelompok Amerika hitam, atau imigran Amerika latin atau etnik minoritas lainnya merasa belum terlindungi hak-hak sipilnya. Atas dasar itulah, kemudian mereka mengembangkan multikulturalisme, yang menekankan penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak minoritas, baik dilihat dari segi etnik, agama, ras atau warna kulit. Multikulturalisme pada akhirnya sebuah konsep akhir untuk membangun kekuatan sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik, agama, ras, budaya dan bahasa, dengan menghargai dan menghormati hak-hak sipil mereka, termasuk hak-hak kelompok minoritas.
MULTIKULTURAL DI INDONESIA
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural.
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Kebudayaan adalah sesuatu yang menempel dalam kehidupan manusia. Kebudayaan lahir dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu budaya dan kebudayaan adalah sesuatu yang khas pada setiap komunitas. Kebudayaan bersifat memenuhi kebutuhan komunitas itu sendiri (self-sufficient). Kebudayaan adalah cara sebuah masyarakat mengatasi persoalannya sendiri. Suatu masyarakat dengan berbagai macam budaya membutuhkan suatu pemikiran untuk mempersatukannya untuk menjadi suatu bangsa yang utuh dan besar. Kegagalan pemilihan proses penyatuan suatu bangsa menyebabkan kegagalan menjadi bangsa dan rusaknya atau hilangnya suatu budaya. Pada masa kini masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama memiliki gagasan untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama. Gagasan itu dirumuskan dalam konsep masyarakat majemuk, dimana suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan ras, suku dan antar golongan serta sudah mengenal pengakuan persamaan hak di bidang politik, perdata, ekonomi dan lain-lain. Namun telah memberikan makna yang penting di kemajemukan masyarakat itu. Dalam masyarakat majemuk terdapat berbagai perbedaan sosial, budaya dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang minoritas. Selanjutnya menjadi sebuah konsep melting pot (tempat melebur) dan salad bowl (mangkuk salad).
Konsep melting pot adalah melebur berbagai unsur yang berbeda untuk menjadikan satu bentukan baru. Gambarannya mungkin mirip bumbu pecel. Kacang, cabe, mungkin juga daun jeruk purut, garam, dan bahan-bahan lain dilebur jadi satu menjadi bumbu pecel, kemudian terbentuk gumpalan berwarna merah kehitaman atau kecokelatan. Tidak terlihat lagi bentuk asli kacangnya. Juga sulit menemukan di mana garamnya, daun jeruk purutnya, atau cabenya. Bentuk asli seluruh bahan tadi telah dilebur (dengan cara dihancurkan) untuk menyusun bentukan baru berupa bumbu pecel. Seperti itukah gambaran sebuah bangsa??? Dalam konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak ada lagi yang namanya suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak. Hanya ada adalah satu suku besar bernama Indonesia. Masalahnya, bangsa Indonesia terdiri atas banyak suku yang budayanya sangat beragam. Menurut suatu suku, sebuah tindakan bisa jadi sebagai hal wajar, namun sudah masuk kategori tidak wajar bagi suku lain. Penolakan-penolakan seperti itu adalah hal wajar. Ketika sebuah komunitas dipaksa berperilaku yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan budayanya, kecenderungannya adalah menolak. Itulah yang terjadi ketika harus melebur bahan-bahan pembuat bumbu pecel. Bisa jadi, ada kacang yang terlalu keras, sehingga tidak bisa dilebur. Ketika dipaksakan, sang kacang justru meloncat dari cobek untuk kemudian memisahkan diri menjadi "separatis" keluar dari bentukan baru bernama bumbu pecel. Apabila konsep melting pot seperti diterapkan dalam kehidupan berbangsa, bukan tidak mungkin etnis-etnis yang merasa dipaksa melebur lebih memilih keluar dan menjadi separatis.

Sebaliknya, konsep salad bowl adalah menjadikan negara layaknya mangkuk salad. Isinya beraneka ragam. Dicampur dalam satu mangkuk tanpa menghilangkan bentuk asli setiap bahan. Paprika tetap terlihat sebagai paprika. Kubis pun tetap terlihat sebagai kubis. Kalau ada jagung, tetap terlihat dan terasa sebagai jagung. Meski begitu, sebagai sebuah sajian, salad tetap enak disantap. Tinggal pilih dressing-nya. Mau thousand islands, garlic bread, olive oil, atau vinegar. Gambaran seperti itulah yang mungkin terjadi dalam sebuah bangsa yang terdiri atas berbagai suku atau etnis yang beragam. Suku Jawa biarkan berkembang dan berperilaku sesuai budaya Jawanya. Suku Aceh beri keleluasaan berperilaku dan berbudaya sesuai etnisnya, dan sebagainya. Istilah bangsa Indonesia hanyalah dressing dari sebuah salad bernama Indonesia. Orang dari Bali tetap terlihat sebagai orang Bali, yang dari Ambon tetap menunjukkan jati dirinya sebagai orang Ambon, dan sebagainya. Namun, mereka tetap merasa sebagai satu kelompok yang lebih besar, sebuah bangsa bernama Indonesia. Persis salad, masing-masing bahan tetap terlihat bentuk aslinya, namun mereka terangkai dalam sebuah sajian yang satu bernama salad.
Seiring berjalannya waktu, kedua konsep ini seringkali mengalami kegagalan dan kelemahan di penerapannya. Melting pot diupayakan untuk menyatukan seluruh budaya yang ada dengan meleburkan seluruh budaya asal masing-masing. Konsep Salad bowl, masing-masing budaya asal tidak dihilangkan melainkan diakomodir dan memberikan kontribusi bagi budaya bangsa, namun interaksi kultural belum berkembang dengan baik. Maka kemudian dikembangkan suatu konsep baru yang bernama multikulturalisme. Multikulturalisme ini yang akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayaan.

6 komentar:

  1. Melting pot dan salad bowl-nya sangat jelas uraianya. Bisa dimengerti. Tapi begitu sampai pada konsep multikulturalisme kabur lagi pengertiannya.

    BalasHapus
  2. Melting pot dan salad bowl-nya sangat jelas uraianya. Bisa dimengerti. Tapi begitu sampai pada konsep multikulturalisme kabur lagi pengertiannya.

    BalasHapus
  3. Contoh multiculturalism di indonesia seperti apa yah??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beragam suku bangsa di Indonesia juga termasuk multikultural

      Hapus