SEJARAH MULTIKULTURAL
Multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan
seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang
menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam
budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut
nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Multikulturalisme
mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang,
serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain
(Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174)
Sejarah
multikulturalisme adalah sejarah masyarakat majemuk. Amerika, Kanada, Australia
adalah dari sekian negara yang sangat serius mengembangkan konsep dan
teori-teori mulikulturalisme dan juga pendidikan multikultur. Ini dikarenakan
mereka adalah masyarakat imigran dan tidak bisa menutup peluang bagi imigran
lain untuk masuk dan bergabung di dalamnya. Akan tetapi, negara-negara tersebut
merupakan contoh negara yang berhasil mengembangkan masyarakat multikultur dan
mereka dapat membangun identitas kebangsaannya, dengan atau tanpa menghilangkan
identitas kultur mereka sebelumnya, atau kultur nenek moyangnya.
Dalam
sejarahnya, multikultural diawali dengan teori melting pot yang sering
diwacanakan oleh J Hector seorang imigran asal Normandia. Dalam teorinya Hector
menekankan penyatuan budaya dan melelehkan budaya asal, sehingga seluruh
imigran Amerika hanya memiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika, walaupun
diakui bahwa monokultur mereka itu lebih diwarnai oleh kultur White Anglo Saxon
Protestant (WASP) sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa.
Kemudian,
ketika komposisi etnik Amerika semakin beragam dan budaya mereka semakin majemuk,
maka teori melting pot kemudian dikritik dan muncul teori baru yang populer
dengan nama salad bowl sebagai sebuah teori alternatif dipopulerkan oleh Horace
Kallen. Berbeda dengan melting pot yang melelehkan budaya asal dalam membangun
budaya baru yang dibangun dalam keragaman, teori salad bowl atau teori
gado-gado tidak menghilangkan budaya asal, tapi sebaliknya kultur-kultur lain
di luar WASP diakomodir dengan baik dan masing-masing memberikan kontribusi
untuk membangun budaya Amerika, sebagai sebuah budaya nasional.
Dengan
berbagai teori di atas, bangsa Amerika berupaya memperkuat bangsanya, membangun
kesatuan dan persatuan, mengembangkan kebanggaan sebagai orang Amerika. Namun
pada dekade 1960-an masih ada sebagian masyarakat yang merasa hak-hak sipilnya
belum terpenuhi. Kelompok Amerika hitam, atau imigran Amerika latin atau etnik
minoritas lainnya merasa belum terlindungi hak-hak sipilnya. Atas dasar itulah,
kemudian mereka mengembangkan multikulturalisme, yang menekankan penghargaan
dan penghormatan terhadap hak-hak minoritas, baik dilihat dari segi etnik,
agama, ras atau warna kulit. Multikulturalisme pada akhirnya sebuah konsep
akhir untuk membangun kekuatan sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai latar
belakang etnik, agama, ras, budaya dan bahasa, dengan menghargai dan
menghormati hak-hak sipil mereka, termasuk hak-hak kelompok minoritas.
MULTIKULTURAL DI INDONESIA
Masyarakat
multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam
kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi
mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah,
adat serta kebiasaan (Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat
kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan
istilah mayarakat multikultural.
Multikultural
dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan
sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang
memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan
kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat
tersebut.
Kebudayaan adalah sesuatu yang menempel dalam kehidupan manusia. Kebudayaan
lahir dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu budaya dan
kebudayaan adalah sesuatu yang khas pada setiap komunitas. Kebudayaan bersifat
memenuhi kebutuhan komunitas itu sendiri (self-sufficient). Kebudayaan adalah
cara sebuah masyarakat mengatasi persoalannya sendiri. Suatu masyarakat dengan
berbagai macam budaya membutuhkan suatu pemikiran untuk mempersatukannya untuk
menjadi suatu bangsa yang utuh dan besar. Kegagalan pemilihan proses penyatuan
suatu bangsa menyebabkan kegagalan menjadi bangsa dan rusaknya atau hilangnya
suatu budaya. Pada masa kini masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi
etnis, budaya, agama memiliki gagasan untuk mengembangkan semangat kebangsaan
yang sama. Gagasan itu dirumuskan dalam konsep masyarakat majemuk, dimana suatu
pola hubungan yang mengakui adanya persamaan ras, suku dan antar golongan serta
sudah mengenal pengakuan persamaan hak di bidang politik, perdata, ekonomi dan
lain-lain. Namun telah memberikan makna yang penting di kemajemukan masyarakat
itu. Dalam masyarakat majemuk terdapat berbagai perbedaan sosial, budaya dan
politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang
membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang
minoritas. Selanjutnya menjadi sebuah konsep melting pot (tempat melebur) dan
salad bowl (mangkuk salad).
Konsep melting pot adalah melebur berbagai unsur yang berbeda untuk
menjadikan satu bentukan baru. Gambarannya mungkin mirip bumbu pecel. Kacang,
cabe, mungkin juga daun jeruk purut, garam, dan bahan-bahan lain dilebur jadi
satu menjadi bumbu pecel, kemudian terbentuk gumpalan berwarna merah kehitaman
atau kecokelatan. Tidak terlihat lagi bentuk asli kacangnya. Juga sulit
menemukan di mana garamnya, daun jeruk purutnya, atau cabenya. Bentuk asli
seluruh bahan tadi telah dilebur (dengan cara dihancurkan) untuk menyusun
bentukan baru berupa bumbu pecel. Seperti itukah gambaran sebuah bangsa???
Dalam konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak
ada lagi yang namanya suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak. Hanya ada adalah
satu suku besar bernama Indonesia. Masalahnya, bangsa Indonesia terdiri atas
banyak suku yang budayanya sangat beragam. Menurut suatu suku, sebuah tindakan
bisa jadi sebagai hal wajar, namun sudah masuk kategori tidak wajar bagi suku
lain. Penolakan-penolakan seperti itu adalah hal wajar. Ketika sebuah komunitas
dipaksa berperilaku yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan budayanya,
kecenderungannya adalah menolak. Itulah yang terjadi ketika harus melebur
bahan-bahan pembuat bumbu pecel. Bisa jadi, ada kacang yang terlalu keras,
sehingga tidak bisa dilebur. Ketika dipaksakan, sang kacang justru meloncat
dari cobek untuk kemudian memisahkan diri menjadi "separatis" keluar
dari bentukan baru bernama bumbu pecel. Apabila konsep melting pot seperti
diterapkan dalam kehidupan berbangsa, bukan tidak mungkin etnis-etnis yang
merasa dipaksa melebur lebih memilih keluar dan menjadi separatis.
Sebaliknya, konsep salad bowl adalah menjadikan negara layaknya mangkuk
salad. Isinya beraneka ragam. Dicampur dalam satu mangkuk tanpa menghilangkan
bentuk asli setiap bahan. Paprika tetap terlihat sebagai paprika. Kubis pun
tetap terlihat sebagai kubis. Kalau ada jagung, tetap terlihat dan terasa
sebagai jagung. Meski begitu, sebagai sebuah sajian, salad tetap enak disantap.
Tinggal pilih dressing-nya. Mau thousand islands, garlic bread, olive oil, atau
vinegar. Gambaran seperti itulah yang mungkin terjadi dalam sebuah bangsa yang
terdiri atas berbagai suku atau etnis yang beragam. Suku Jawa biarkan
berkembang dan berperilaku sesuai budaya Jawanya. Suku Aceh beri keleluasaan
berperilaku dan berbudaya sesuai etnisnya, dan sebagainya. Istilah bangsa
Indonesia hanyalah dressing dari sebuah salad bernama Indonesia. Orang dari
Bali tetap terlihat sebagai orang Bali, yang dari Ambon tetap menunjukkan jati
dirinya sebagai orang Ambon, dan sebagainya. Namun, mereka tetap merasa sebagai
satu kelompok yang lebih besar, sebuah bangsa bernama Indonesia. Persis salad,
masing-masing bahan tetap terlihat bentuk aslinya, namun mereka terangkai dalam
sebuah sajian yang satu bernama salad.
Seiring berjalannya waktu, kedua konsep ini seringkali mengalami
kegagalan dan kelemahan di penerapannya. Melting pot diupayakan untuk
menyatukan seluruh budaya yang ada dengan meleburkan seluruh budaya asal
masing-masing. Konsep Salad bowl, masing-masing budaya asal tidak dihilangkan
melainkan diakomodir dan memberikan kontribusi bagi budaya bangsa, namun
interaksi kultural belum berkembang dengan baik. Maka kemudian dikembangkan
suatu konsep baru yang bernama multikulturalisme. Multikulturalisme
ini yang akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural,
karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dengan
demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat
yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang
kebudayaan.
Bagus, makasih
BalasHapusthanks
BalasHapusMelting pot dan salad bowl-nya sangat jelas uraianya. Bisa dimengerti. Tapi begitu sampai pada konsep multikulturalisme kabur lagi pengertiannya.
BalasHapusMelting pot dan salad bowl-nya sangat jelas uraianya. Bisa dimengerti. Tapi begitu sampai pada konsep multikulturalisme kabur lagi pengertiannya.
BalasHapusContoh multiculturalism di indonesia seperti apa yah??
BalasHapusBeragam suku bangsa di Indonesia juga termasuk multikultural
Hapus