Welcome Comments Pictures

Rabu, 28 Maret 2012

PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM INTELIGENSI

Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tingkat intelegensi yang berbeda. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi sehingga mengakibatkan adanya perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lainnya yaitu :
1.  Pengaruh Faktor Bawaan / Keturunan
Seberapa besar korelasi antara IQ orangtua dan IQ anak? Konsep heritabilitas berusaha memilah pengaruh keturunan dan lingkungan dalam suatu populasi. Heritabilitas (heritability) adalah bagian dari variansi dalam suatu populasi yang dikaitkan dengan faktor genetik. Indeks heritabilitas dihitung dengan menggunakan teknik statistik korelasi. Jadi, indeks heritabilitas tertinggi adalah 1,00, sehingga korelasi 0,70 keatas menunjukkan adanya pengaruh genetika yang kuat. Sebuah komite, yang terdiri dari peneliti-peneliti yang dihimpun American Psychological Association, menyimpulkan bahwa pada tahap remaja akhir, indeks heritabilitas kecerdasan kira-kira 0,75 mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat.
Menariknya, para peneliti menemukan bahwa indeks heritabilitas kecerdasan meningkat dari 0,45 pada bayi hingga 0.80 pada masa dewasa. Mengapa pengaruh heritabilitas terhadap kecerdasan meningkat seiring pertambahan usia? Mungkin, ketika kita bertambah dewasa, pengaruh lingkungan dan oranglain atas diri kita semakin berkurang, dan kita lebih mampu memilih lingkungan yang sesuai dengan keunggulan genetik kita. Contohnya, anak-anak atau remaja kadang didorong orangtua mereka untuk memasuki lingkungan yang tidak sesuai dengan warisan genetik mereka (anak ingin menjadi pemusik tetapi di dorong menjadi dokter, misalnya). Ketika dewasa, individu-individu ini memiliki lebih banyak keleluasaan memilih lingkungan karier mereka sendiri.
Arthur Jensen (1969) berpendapat bahwa kecerdasan pada umumnya diwariskan dan bahwa lingkungan hanya berperan minimal dalam mempengaruhi kecerdasan. Jensen meninjau riset tentang kecerdasan, yang kebanyakan melibatkan perbandingan-perbandingan skor tes IQ pada anak kembar identik dan kembar tidak identik. Anak kembar identik memiliki susunan gen yang serupa, jadi jika kecerdasan diturunkan secara genetik, skor IQ dari anak kembar identik haruslah lebih serupa satu sama lain dibandingkan skor IQ dari anak kembar tidak identik.
Studi-studi yang dipelajari Jansen menunjukkan korelasi rata-rata skor tes kecerdasan anak-anak kembar identik sebesar 0,82. Uji korelasi skor tes IQ anak-anak kembar tidak identik menghasilkan korelasi rata-rata 0,50. Jensen juga membandingkan korelasi skor-skor IQ untuk anak-anak kembar identik yang dibesarkan bersama-sama dan yang dibesarkan terpisah. Nilai korelasi untuk anak kembar identik yang dibesarkan bersama-sama adalah 0.89 dan yang dibesarkan terpisah 0,78. Jensen berpendapat bahwa jika faktor-faktor lingkungan lebih penting daripada faktor genetik, maka perbedaannya akan lebih besar.
Tingkat pendidikan orangtua kandung juga menjadi tolak ukur dalam memprediksi skor-skor IQ sang anak ketimbang IQ orangtua angkatnya. Akan tetapi, studi-studi adopsi juga mendokumentaskan pengaruh lingkungan. Perpindahan anak dari keluarga lama ke keluarga baru, yang mengakomodasi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan IQ anak sekitar 12 poin. Namun, banyak penelitian menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkorelasi tinggi (± 0,50). Di antara kembar identik korelasi sangat tinggi (± 0,90), sedangkan di antara individu-individu yang tidak bersanak saudara korelasinya rendah sekali (± 0,20). Bukti lain dari adanya pengaruh bawaan adalah hasil-hasil penelitian terhadap anak-anak yang diadopsi. IQ mereka ternyata masih biokorelasi tinggi dengan ayah/ibu yang sesungguhnya bergerak antara (±0,40 sampai ±0,50). Sedang korelasi dengan orangtua angkatnya sangat rendah (± 0,10 sampai ± 0,20). Selanjutnya, studi terhadap kembar yang diasuh secara terpisah juga menunjukkan bahwa IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi walaupun mereka tidak pernah saling kenal. Ini menunjukkan bahwa walau lingkungan berpengaruh terhadap taraf kecerdasan seseorang, tetapi banyak hal dalam kecerdasan itu yang tetap tak berpengaruh.
2.  Pengaruh Faktor Lingkungan
Sementara faktor keturunan genetika memberi kontribusi pada IQ, kebanyakan peneliti sepakat bahwa untuk kebanyakan orang, memodifikasi dalam lingkungan dapat mengubah skor IQ seseorang. Memperkaya lingkungan dapat meningkatkan prestasi di sekolah dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan. Walaupun faktor keturunan genetika mungkin selalu mempengaruhi kemampuan intelektual, faktor-faktor lingkungan dan kesempatan juga dapat menimbulkan perbedaan.
Studi-studi telah menemukan korelasi-korelasi signifikan antara status sosiekonomi dan kecerdasan. Cara orangtua berkomunikasi dengan anak, dukungan yang diberikan orangtua, lingkungan dimana keluarga tinggal, dan kualitas sekolah memberikan kontribusi terhadap korelasi-korelasi ini. Pengaruh lingkungan juga ditemukan pada penelitian tentang anak adopsi. Contohnya, menurut salah satu penelitan, anak yang pindah ke dalam keluarga dengan lingkungan yang lebih baik dibandingkan keluarga sebelumnya mengalami peningkatan IQ hingga 12 poin. Dalam penelitian lain, para peneliti pergi ke rumah-rumah dan mengamati bagaimana orangtua dari keluarga berada dan keluarga dengan penghasilan menengah berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Mereka menemukan bahwa keluarga yang berpenghasilan sedang lebih cenderung untuk berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka dibandingkan dengan orangtua yang berada. Seberapa sering orangtua berbicara dan berkomunikasi dengan anak pada 3 tahun pertama perkembangan seorang anak ditemukan berkorelasi dengan skor IQ anak dengan tes Stanford-Binet pada usia 3 tahun. Semakin sering orangtua berkomunikasi dan berbicara dengan anak mereka, semakin tinggi IQ anak-anak tersebut.
Sekolah juga mempengaruhi kecerdasan. Pengaruh terbesar telah ditemukan pada anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan formal dalam jangka waktu lama. Anak-anak ini mengalami penurunan kecerdasan. Sebuah studi terhadap anak-anak di Afrika Selatan mengalami penundaan bersekolah selama 4 tahun (karena tidak ada guru) menemukan adanya penurunan IQ sebesar 5 poin pada setiap tahun penundaan.

Walau ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, tetapi ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya tidaklah dapat terlepas dari otak. Dengan kata lain perkembangan organik otak akan sangat mempengaruhi tingkat intelegensi seseorang. Di pihak lain, perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu, ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa inteligensi bisa berkurang karena tidak adanya bentuk rangsangan tertentu dalam awal-awal kehidupan individu. Skeels dan Skodak menemukan dalam studi longitudinal mereka bahwa anak-anak yang dididik dalam lingkungan yang kaku, kurang perhatian, dan kurang dorongan lalu dipindahkan ke dalam lingkungan yang hangat, penuh perhatian, rasa percaya, dan memberikan dorongan, menunjukkan peningkatan skor yang cukup berarti pada tes kecerdasan. Selain itu, individu-individu yang hidup bersama dalam keluarga mempunyai korelasi kecerdasan yang lebih besar dibanding mereka yang dirawat secara terpisah. Zajonc dalam berbagai penelitian menemukan bahwa anak pertama biasanya memiliki taraf kecerdasan yang lebih tinggi dari adik-adiknya. Olehnya ini dijelaskan karena anak pertama untuk jangka waktu yang cukup lama hanya dikelilingi oleh orang-orang dewasa, suatu lingkungan yang memberinya keuntungan intelektual.

Sabtu, 24 Maret 2012

PENGERTIAN DAN STANDAR ETIKA PSIKOTERAPI

A.  PENGERTIAN PSIKOTERAPI
Psikoterapi adalah pengobatan secara psikologis untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran
Psikoterapi adalah proses yang digunakan profesional dibidang kesehatan mental untuk membantu mengenali, mendefinisikan, dan mengatasi kesulitan interpersonal dan psikologis yang dihadapi individu dan meningkatkan penyesuaian diri mereka (Proschaska & Norcross, 2007)
Psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis. Istilah tersebut mencakup berbagai teknik yang kesemuanya dimaksudkan membantu individu yang emosinya terganggu untuk mengubah perilaku dan perasaannya, sehingga mereka dapat mengembangkan cara yang bermanfaat dalam menghadapi orang lain.
Beberapa pakar psikoterapi beranggapan bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu atas motif dan konflik yang tidak disadari; pakar lain merasa bahwa individu dapat belajar mengatasi masalahnya tanpa harus menjajaki faktor yang menjadi penyebab masalah mereka. Walaupun terdapat berbagai perbedaan teknik, kebanyakan metode psikoterapi memiliki ciri dasar yang serupa. Teknik tersebut meliputi komunikasi antara dua individu – klien (penderita) dan pakar terapi. Klien didorong untuk mengungkapkan rasa takut, emosi, dan pengalamannya secara bebas tanpa merasa takut dinilai atau dicemoohkan oleh pakar terapi. Sebaliknya pakar terapi tersebut menunjukkan simpati dan perhatian, serta mencoba membantu klien mengembangkan cara yang lebih efektif untuk menangani masalah.
Ada tiga ciri utama psikoterapi, yaitu:
1.     Dari segi proses :  berupa interaksi antara dua pihak, formal, profesional, legal dan menganut kode etik psikoterapi.
2. Dari segi tujuan : untuk mengubah kondisi psikologis seseorang, mengatasi masalah psikologis atau meningkatkan potensi psikologis yang sudah ada.
3. Dari segi tindakan: seorang psikoterapis melakukan tindakan terapi berdasarkan ilmu psikologi modern yang sudah teruji efektivitasnya.
Psikoterapi didasarkan pada fakta bahwa aspek-aspek mental manusia seperti cara berpikir, proses emosi, persepsi, believe system, kebiasaan dan pola perilaku bisa diubah dengan pendekatan psikologis. Tujuan psikoterapi antara lain:
  • Menghapus, mengubah atau mengurangi gejala gangguan psikologis.
  • Mengatasi pola perilaku yang terganggu.
  • Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif.
  • Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.
  • Menghilangkan atau mengurangi tekanan emosional.
  • Mengembangkan potensi klien.
  • Mengubah kebiasaan menjadi lebih baik.
  • Memodifikasi struktur kognisi (pola pikiran).
  • Memperoleh pengetahuan tentang diri / pemahaman diri.
  • Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial.
  • Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
  • Meningkatkan kesadaran diri.
  • Membangun kemandirian dan ketegaran untuk menghadapi masalah.
  • Penyesuaian lingkungan sosial demi tercapai perubahan.
Psikoterapi berbeda dengan pengobatan tradisional yang sering memandang gangguan psikologis sebagai gangguan karena sihir, kesurupan jin atau karena roh jahat. Anggapan-anggapan yang kurang tepat tersebut karena sebagian masyarakat terlalu mempercayai tahayul dan kurang wawasan ilmiahnya.
Dalam psikoterapi, gangguan psikologis diidentifikasi secara ilmiah dengan standar tertentu. Kemudian dilakukan proses psikoterapi menggunakan cara-cara modern yang terbukti berhasil mengatasi hambatan psikologis. Dalam psikoterapi tidak ada hal-hal yang bersifat mistik. Klien psikoterapi juga tidak diberi obat, karena yang sakit adalah jiwanya, bukan fisiknya.

B. STANDAR ETIKA PSIKOTERAPI
Hubungan antara klien dengan terapis adalah hal yang penting. Pasien membocorkan banyak informasi pribadinya pada terapis. Karena pada saat itu seorang terapis memiliki kekuasaan yang besar pada klien, hal yang penting bahwa standar etika yang tinggi harus dipenuhi dalam praktek psikoterapi. Berikut ini adalah prinsip etika berdasarkan kebijakan yang dikembangkan oleh American Psychological Association (2002) dan the Association for Advancement of Behavior Therapy (1978).


1. Tujuan pengobatan harus dipertimbangkan dengan hati-hati oleh klien.

2. Pilihan untuk metode pengobatan alternatif harus dipertimbangkan dengan cermat dan secara matang.


3. Terapis hanya harus menangani masalah-masalah yang dikuasainya. Tidak ada terapis yang mampu menggunakan semua bentuk terapi atau untuk menangani semua jenis masalah (dewasa, anak-anak, masalah perkawinan, dll). Oleh karena itu, terapis harus mengalihkan kasus-kasus yang diluar kemampuannya pada terapis yang lebih berkompeten.

4. Efektivitas pengobatan harus dievaluasi dalam beberapa cara. Cara terbaik dalam mengevaluasi ini adalah dengan mengukur tingkat kemajuan dari kondisi klien setelah ditangani.

5. Aturan dan hukum mengenai kerahasiaan semua informasi yang diperoleh tentang klien selama perawatan harus dijelaskan kepada klien. Tidak etis dan ilegal bagi terapis bila mengungkapkan informasi masalah orang (bahkan fakta bahwa seseorang adalah klien dalam terapi) kepada siapa pun tanpa izin tertulis dari klien. Namun, ada pengecualian untuk aturan itu. Pertama, psikolog lain dalam prakteknya kadang-kadang boleh menutupi terapis dalam keadaan darurat. Kedua, jika terapis masih dalam pelatihan dan diawasi oleh seorang terapis berlisensi, penting bahwa klien diberitahu tentang fakta dan nama supervisor. Ketiga, dalam beberapa keadaan tentang hal-hal pengadilan, pengadilan dapat meminta terapis untuk mengungkapkan informasi rahasia. Keempat, jika terapis mengetahui bahwa klien adalah orang yang berbahaya atau membahayakan orang lain, terapis diwajibkan untuk melaporkan informasi tersebut kepada pihak yang berwenang.


6. Terapis tidak harus memilki hubungan yang intens dengan klien untuk mengeksploitasi klien. Keintiman atau bersikap romantis dengan klien telah lama dilarang. Pada kenyataannya-berbeda dengan novel dan dan film di mana terapis dan klien atau mantan klien  jatuh cinta dan menikah-etika peraturan bahkan melarang berhubungan romantis dengan mantan klien. Pelecehan seksual terhadap klien sangat dilarang dengan tegas.


7. Terapis harus memperlakukan manusia sesuai martabat manusia dan harus memahami dan menghormati perbedaan berdasarkan jenis kelamin, etnis, orientasi seksual, dan faktor budaya sosial. Misalnya, ini berarti bahwa terapis laki-laki tidak harus berusaha untuk mempengaruhi wanita. Sama halnya seorang terapis yang percaya bahwa homoseksualitas adalah amoral yang tidak harus berupaya meyakinkan homoseksual yang nyaman dengan dia atau untuk mengubah orientasi seksual. Jika terapis tidak dapat menghormati keyakinan dan cara klien tertentu, terapis harus merujuk orang yang dengan terapis lain.

Sabtu, 17 Maret 2012

TEORI INTELIGENSI PHILIP E. VERNON


Kelompok 10 :


Definisi Philip Ewart Vernon disebut Hierarchical Theoris. Dimana definisi inteligensinya merupakan gabungan dari teori Spearman dan Thurstone, namun diaplikasikan pada konsep G factor. Berikut ini adalah teori Spearman dan Thurstone yang menjadi acuan Philip E. Vernon :

A. Faktor Analisis oleh CHARLES SPEARMAN disebut TWO FACTOR THEORY

Pandangan Spearman (1927) mengenai inteligensi ditunjukkan dalam teorinya yang dikenal dengan nama teori dua faktor. Penjelasannya mengenai teori ini berangkat dari analisis korelasional yang dilakukannya terhadap skor seperangkat tes yang mempunyai tujuan dan fungsi ukur yang berlainan. Hasil analisisnya memperlihatkan adanya interkorelasi positif di antara berbagai tes tersebut. Menurut Spearman, interkorelasi positif itu terjadi karena masing-masing tes tersebut memang mengukur suatu faktor umum yang sama, yang dinamainya faktor g. Namun demikian, korelasi-korelasi itu tidaklah sempurna sebab setiap tes, di samping mengukur faktor umum yang sama, juga mengukur komponen tertentu yang spesifik bagi masing-masing tes tersebut. Faktor yang spesifik dan hanya diungkap oleh tes tertentu saja ini disebut faktor s.

Definisi inteligensi menurut Spearman mengandung dua komponen kualitatif yang penting, yaitu (1) eduksi relasi (eduction of relation), dan (2) eduksi korelasi (eduction of correlates). Eduksi relasi adalah kemampuan untuk menemukan suatu hubungan dasar yang berlaku di antara dua hal. Misalnya, dalam menemukan hubungan yang terdapat di antara dua kata “panjang-pendek”. Eduksi korelasi adalah kemampuan untuk menerapkan hubungan dasar yang telah ditemukan dalam proses eduksi relasi sebelumnya ke dalam situasi baru. Misalnya, bila telah diketahui bahwa hubungan antara “panjang” dan “pendek” merupakan hubungan lawan kata, maka menerapkannya dalam situasi pertanyaan seperti “baik - .....”, tentu akan dapat dilakukan.

B. Definisi Inteligensi oleh THURSTONE disebut MULTIFACTOR THEORY, yaitu :

• Tidak ada G factors, yang ada hanyalah Primary Mental Ability, yaitu : verbal comprehension, numerical, spatial visualization, perceptual ability, memory, reasoning, dan word fluency.
• Teori thurstone menghilangkan G sebagai komponen signifikan dari fungsi mental.

Teori inteligensi L.L. Thurstone & T.G. Thurstone juga dapat dikategorikan sebagai teori inteligensi yang berorientasi faktor ganda. Dari hasil analisis faktor yang mereka lakukan terhadap data skor rangkaian 56 tes yang dilancarkan pada siswa sekolah lanjutan di Chicago, mereka tidak menemukan bukti mengenai adanya faktor inteligensi umum. Menurut L.L. Thurstone, faktor umum tersebut memang tidak ada. Yang benar adalah bahwa inteligensi dapat digambarkan sebagai terdiri atas sejumlah kemampuan mental primer.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, mereka mengatakan bahwa kemampuan mental dapat dikelompokkan ke dalam enam faktor dan bahwa inteligensi dapat diukur dengan melihat sampel perilaku seseorang dalam keenam bidang dimaksud. Suatu perilaku inteligen, menurut keduanya, adalah hasil dari bekerjanya kemampuan mental tertentu yang menjadi dasar performansi dalam tugas tertentu pula.

Dari hasil studi yang telah mereka lakukan, Thurstone menyusun Tes Kemampuan Primer Chicago dan menguraikan keenam faktor kemampuan sebagai berikut:

V:
(verbal), yaitu pemahaman akan hubungan kata, kosakata, dan penguasaan komunikasi lisan.
N:
(number), yaitu kecermatan dan kecepatan dalam penggunaan fungsi-fungsi hitung dasar.
S:
(spatial), yakni kemampuan untuk mengenali berbagai hubungan dalam bentuk visual.
W:
(word fluency), yaitu kemampuan untuk mencerna kata-kata tertentu dengan cepat.
M:
(memory), yaitu kemampuan mengingat gambar-gambar, pesan-pesan, angka-angka, kata-kata, dan bentuk-bentuk pola.
R:
(reasoning), yaitu kemampuan untuk mengambil kesimpulan dari berbagai contoh, aturan, atau prinsip. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan pemecahan masalah.

Penelitian L.L. Thurstone & T.G. Thurstone selanjutnya menunjukkan bahwa keenam faktor tersebut tidaklah terpisah secara eksklusif dan tidak pula independen satu sama lain. Oleh karena itu, kesimpulan mereka, terdapat suatu faktor umum lain yang lebih rendah tingkatannya berupa suatu faktor-g tingkat dua. Faktor-g tingkat dua inilah yang menjadi dasar bagi semua faktor-faktor lain.

Sehingga  PHILIP EWART VERNON menyimpulkan (Subino Hadisubroto, 1984), bahwa dibawah faktor “G” itu terdapat dua faktor kelompok utama (major group factors) yang masing-masingnya adalah faktor pendidikan verbal (verbal educational factors) (v:ed) dan faktor praktis (practical factors) (k:m). Yang pertama dibagi kedalam dua faktor kelompok minor (minor-group factors), yakni verbal dan numerical; sedangkan yang kedua dibagi menjadi kemampuan keruangan (spatial ability), kemampuan manual (manual ability), dan kemampuan mekanik (mechanical ability). Masing-masing bagian tersebut dibagi lagi menjadi faktor-faktor spesifik yang sangat besar jumlahnya dan mencakup lingkup yang sangat khusus.

Mengenai faktor-faktor spesifik, Vernon berpendapat bahwa sebenarnya faktor-faktor spesifik itu tidak banyak memiliki nilai praktis dikarenakan kurang jelas relevansinya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, menurut Vernon, lebih baik membicarakan faktor-faktor yang lebih umum dikarenakan faktor umum itulah yang berkorelasi lebih konsisten dan substansial dengan masalah kehidupan sehari-hari.

Sumber :

Jumat, 16 Maret 2012

INTELIGENSI

Menurut Santrock, inteligensi merupakan :
Ø  Keahlian memecahkan masalah (problem solving)
Ø  Kemampuan untuk beradaptasi dengan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari
Jadi, Inteligensi menurut Santrock adalah keahlian memecahkan masalah (problem solving) dan kemampuan untuk beradaptasi dengan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.

Menurut Binet, inteligensi merupakan :
·         Kemampuan untuk mengarajkan pikiran dan tindakan
·         Kemampuan mengarahkan tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanaka
·         Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri

Menurut Chaplin, inteligensi dibagi dalam 3 macam, yaitu :
ü  Kapasitas : keseluruhan intelektual yang dimiliki oleh seseorang (sulit diukur)
ü Potensi : Kemampuan intelektual seseorang yang seharusnya dapat ia tampilkan dan dikembangkan secara maksimal.
ü Fungsi : Penampilan tingkah laku seseorang yang menggambarkan tingkat kecerdasan (bila fungsi maksimal, akan timbul potensi)


Yang perlu diketahui bahwates-tes inteligensi hanya bisa mengukur aspek fungsi saja, yaitu kecerdasannya.
Yang dikatakan bakat adalah potensi yang kita miliki dengan latihan-latihan khusus, sehingga bisa keluar dan terarah.

Perbedaan Inteligensi dan IQ
Inteligensi merupakan kecerdasan kita. Sedangkan IQ lebih kepada perhitungan kita yang merupakan hasil pengukuran inteligensi kita.

Pendekatan Inteligensi ada 4, yaitu :
1.     Pendekatan Teori Belajar : setiap perilaku yang ditampilkan oleh individu berisikan proses belajar
2.    Pendekatan Neurobiologis :
- Inteligensi memilki dasar anatomis dan biologis
- Perilaku inteligen dapat ditelusuri melalui dasar-dasar neuro-anatomis dan proses neurofisiologis
3.    Pendekatan Psikometris
4.    Pendekatan Perkembangan

Kamis, 15 Maret 2012

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN MEDIA PEMBELAJARAN


Media Pembelajaran
Pengertian Media Pembelajaran


ü Media pembelajaran merupakan alat bantu proses belajar-mengajar yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampila pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.


ü Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.


ü  Menurut National Education Associaton (1969), media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.

Jadi dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Ada beberapa jenis media pembelajaran, yaitu :
1.     Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
2.    Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3.    Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.

Tujuan menggunakan media pembelajaran adalah :

Ada beberapa tujuan menggunakan media pembelajaran, diantaranya yaitu :
Ø mempermudah proses belajar-mengajar
Ø meningkatkan efisiensi belajar-mengajar
Ø membantu konsentrasi mahasiswa

Ada saatnya teknologi menjadi bagian dari media pembelajaran. Bahkan untuk zaman sekarang ini, teknologi bukanlah sesuatu yang sulit dijangkau atau suatu kata yang jarang kita dengar. Jadi, sangatlah mungkin kemajuan teknologi hadir di tengah-tengah proses belajar-mengajar di kelas, khususnya internet. Berikut ini beberapa cara efektif untuk menggunakan internet di dalam kelas :
1.     Untuk membantu menavigasi dan mengintegrasikan penegtahuan
2.    Mendorong belajar bersama
3.    Menggunakan e-mail
4.    Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman guru

Minggu, 11 Maret 2012

GURU YANG EFEKTIF

Menjadi Guru Yang Efektif

1. Pengajaran yang efektif mensyaratkan agar guru menguasai banyak keahlian. Kita mudah terjebak dalam pemikiran bahwa jika Anda menguasai mata pelajaran, maka otomatis Anda akan bisa mengajar dengan efektif. Tetapi sebenarnya guru yang efektif membutuhkan beragam keahlian.

2. Sering-seringlah memperluas perspektif Anda. Anda harus yakin bahwa Anda bisa menjadi guru yang efektif sebagaimana yang Anda inginkan. Cobalah melihat sesuatu sebagaimana murid Anda melihat, dan cari tahu bagaimana murid-murid memandang diri Anda. Curahkan hati dan pikiran Anda untuk membantu murid membangun kemampuan memperluas perspektif.

3. Ingatlah selalu daftar karakteristik yang telah kita diskusikan diatas selama Anda mengajar. Lihatlah daftar itu dan pikirkan tentang bidang pengajaran efektif yang berbeda-beda yang bisa bermanfaat bagi Anda dan juga bermanfaat untuk pengajaran Anda selama Anda masih menjadi guru pemula, dan bahkan setelah Anda menjadi guru yang berpengalaman sekalipun. Dengan selalu mempertimbangkan karakteristik ini dari waktu ke waktu, Anda mungkin akan mengetahui bahwa Anda melupakan satu atau dua bidang dan butuh waktu untuk meningkatkan diri Anda di bidang tersebut.

Sumber : Santrock., J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group

PERINTIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Psikologi Pendidikan

Sebelum membahas psikologi pendidikan, harus dong kita tahu arti psikologi sebenarnya itu apaa?
Psikologi adalah studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental.
Jadi, Psikologi pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan.

Lalu siapa perintis psikologi pendidikan ini?
Ada 3 perintisnya, yaitu William James, John Dewey, E.L. Thorndike.

William James

Dia menegaskan pentingnya mempelajari proses belajar dan mengajar di kelas guna meningkatkan mutu pendidikan. Dan inti dari pendapatnya bahwa "mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi diatas tingkat penegtahuan dan pemahaman anak dengan tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran anak".









John Dewey


Dewey percaya bahwa anak-anak akanbelajar lebih baik jika mereka aktif. Anak-anak seharusnya tidak hanya mendapat pelajaran akademik saja, tetapi juga harus diajari cara untuk berpikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah.











E.L. Thorndike


Menurut Thorndike, salah satu tugas pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Dan Teori yang terkenal dari Thorndike adalah Law of Effect, yaitu perilaku yang diikuti oleh hasil positif akan dikuatkan, sementara perilaku yang diikuti dengan hasil negatif akan melemah.

Jumat, 09 Maret 2012

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Blog anggota kelompok kami


Peranan Media Elektronik Dalam Proses Pembelajaran Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan jelas berperan penting dalam aspek belajar mengajar baik dari pendidikan formal maupun non formal. Di dalam belajar mengajar sudah pasti memiliki suatu hubungan baik itu dari murid dengan guru maupun mahasiswa dengan dosen. Di jaman yang makin maju ini jelas terlihat media belajar yang saat ini tentu sudah sangat berkembang. Kemajuan-kemajuan teknologi tersebut akhirnya membuat proses belajar menjadi lebih bisa di lakukan di mana saja.
Sehubungan dengan kata pengantar di atas dan tugas dari dosen  yaitu  bagaimana peranan media elektronik dalam proses pembelajaran psikologi pendidikan. Maka kami akan memaparkan hasil kerja kelompok kami :
Menurut pandangan kami, kewajiban setiap mahasiswa yang mengikuti mata kuliah psikologi pendidikan 3 sks ta 2011/2012 harus memiliki email dan blog, memiliki aspek positive dan negative.

ü  Aspek positif :

1. Saat dosen berhalangan hadir di kelas, pembelajaran masih bisa berlangsung melalui media-media elektronik yang sudah tersedia, kali ini contohnya adalah email dan blog.
2. Dengan adanya blog dan email membantu mengurangi penggunaan kertas sehingga menyelamatkan dunia dari global warming.
3. Melalui blog, para mahasiswa menjadi bertambah wawasannya dan menambah inspirasi untuk menjadi mahasiswa yang lebih baik dalam bidang ilmu dan tekhnologi.
4. Tujuan penggunaan email dan blog tentu saja agar mahasiswa termotivasi untuk belajar lebih baik lagi dalam hal pemahaman dan proses pembelajaran juga, agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa tidak ketinggalan dengan tekhnologi informasi dan media komunikasi di zaman yang serba canggih dan terus berkembang.
5. Membuka wawasan dan cakrawala berfikir mahasiswa menjadi lebih kreatif salah satunya melalui inspirasi-inspirasi yang diperoleh melalui internet. Sehingga mahasiswa dapat belajar dengan inisiatif, motivasi, dan penalaran yang lebih baik.
6. Mahasiswa dapat belajar tidak hanya dengan mengandalkan apa yang ada di buku tapi juga dapat mencari bahan referensi lain melalui situs-situs edukasi.
7. Sesuai dengan yang kita ketahui, prinsip belajar mahasiswa adalah student center. Mahasiwa tidak di’suapi’ lagi dalam proses belajarnya. Sehingga, penggunaan email dan blog dapat dikaitkan dengan kematangan inisiatif mahasiswa dalam mencari pelajaran dan dalam proses pembelajaran
8. Belajar menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan
9. Pertinggal atau bukti hasil pembelajaran, baik berupa makalah atau tugas dapat di simpan dengan baik dan mencegah terjadinya human error, berupa penguatan bukti tugas perkuliahan, makalah, dan lain sebagainya.
10. Menambah informasi dan kreatifitas mahasiswa. Karena, melalui blog mahasiswa juga dapat menggembangkan bakatnya dalam hal-hal yang lebih positive juga dapat membantu dosen untuk lebih mengenal mahasiswanya.

ü  Aspek Negatif :

1. Tidak semua mahasiswa bisa tepat waktu dan bertahan lama saat dalam kuliah online karena bisa terjadi banyak hal ketika tempat perkuliahan online, salah satunya, berada di rumah pastilah lebih sulit untuk focus dan berkonsentrasi.
2. Jika pun kuliah online terjalankan , sangat dapat di pastikan jika tab yang di buka mahasiswa bukan hanya kuliah nya saja bisa jdi blog, game, ataupun yang lainnya
3. Kuliah online juga bisa menimbulkan kemalasan karena disiplin waktu jika kuliah online sangatlah minim.
4. Dalam pelaksanaan kuliah online sering terjadi kecurangan, seperti menjadikan titip absen, dengan cara mengakses account teman.
5. Dalam kuliah online sudah pasti tidak terjadi tatap muka secara langsung, sehingga bisa jadi berkurangnnya ilmu komunikasi yang seharusnya dimiliki setiap mahasiswa psikologi. Dimana harusnya seorang psikolog cerdas dalam berkomunikasi
6. Mahasiswa menjadi malas dan anggap sepele dalam pelaksanaan kuliah online. Keseriusan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan sangat sedikit.
7. Plagiatisme meraja lela dengan alih mencari inspirasi dari tugas-tugas senior terdahulu.
8. Kemungkinan terjadinya human error yang dapat menyebabkan kerugian di pihak mahasiswa dan dosen.
9. Tidak semua mahasiswa dapat mengakses internet untuk berkirim dan menerima email juga untuk membuka blog setiap waktu.
10. Informasi yang di terima mahasiswa dari referensi internet belum tentu benar. Akan lebih membahayakan lagi jika mahasiswa yang terlibat tidak mengetahui kesalahan tersebut. Tentu saja hal ini akan menjadikan proses pembelajaran dan informasi yang diterima salah. Berbeda dengan informasi dari buku yang sudah tinggi persentase kebenaran kalimat-kalimat hingga bab per babnya.
11. Tekhnologi membuat mahasiswa menjadi berfikir lebih praktis dan menjadi malas membaca buku, malas menulis dan sebagainya. Intinya, menjadikan mahasiswa berfikir praktis dalam prosedur yang salah.

Sekian dari kelompok kami, kurang dan lebihnya mohon di maafkan.