Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu
memiliki tingkat intelegensi yang berbeda. Adapun
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi sehingga mengakibatkan adanya
perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lainnya yaitu :
1. Pengaruh Faktor Bawaan / Keturunan
Seberapa
besar korelasi antara IQ orangtua dan IQ anak? Konsep heritabilitas berusaha
memilah pengaruh keturunan dan lingkungan dalam suatu populasi. Heritabilitas (heritability) adalah
bagian dari variansi dalam suatu populasi yang dikaitkan dengan faktor genetik.
Indeks heritabilitas dihitung dengan
menggunakan teknik statistik korelasi. Jadi, indeks heritabilitas tertinggi adalah 1,00, sehingga korelasi 0,70
keatas menunjukkan adanya pengaruh genetika yang kuat. Sebuah komite, yang
terdiri dari peneliti-peneliti yang dihimpun American Psychological Association, menyimpulkan bahwa pada tahap
remaja akhir, indeks heritabilitas kecerdasan kira-kira 0,75 mengindikasikan
adanya pengaruh genetik yang kuat.
Menariknya,
para peneliti menemukan bahwa indeks heritabilitas kecerdasan meningkat dari
0,45 pada bayi hingga 0.80 pada masa dewasa. Mengapa pengaruh heritabilitas
terhadap kecerdasan meningkat seiring pertambahan usia? Mungkin, ketika kita
bertambah dewasa, pengaruh lingkungan dan oranglain atas diri kita semakin
berkurang, dan kita lebih mampu memilih lingkungan yang sesuai dengan
keunggulan genetik kita. Contohnya, anak-anak atau remaja kadang didorong
orangtua mereka untuk memasuki lingkungan yang tidak sesuai dengan warisan
genetik mereka (anak ingin menjadi pemusik tetapi di dorong menjadi dokter,
misalnya). Ketika dewasa, individu-individu ini memiliki lebih banyak
keleluasaan memilih lingkungan karier mereka sendiri.
Arthur
Jensen (1969) berpendapat bahwa kecerdasan pada umumnya diwariskan dan bahwa
lingkungan hanya berperan minimal dalam mempengaruhi kecerdasan. Jensen
meninjau riset tentang kecerdasan, yang kebanyakan melibatkan
perbandingan-perbandingan skor tes IQ pada anak kembar identik dan kembar tidak
identik. Anak kembar identik memiliki susunan gen yang serupa, jadi jika kecerdasan
diturunkan secara genetik, skor IQ dari anak kembar identik haruslah lebih
serupa satu sama lain dibandingkan skor IQ dari anak kembar tidak identik.
Studi-studi
yang dipelajari Jansen menunjukkan korelasi rata-rata skor tes kecerdasan
anak-anak kembar identik sebesar 0,82. Uji korelasi skor tes IQ anak-anak
kembar tidak identik menghasilkan korelasi rata-rata 0,50. Jensen juga
membandingkan korelasi skor-skor IQ untuk anak-anak kembar identik yang
dibesarkan bersama-sama dan yang dibesarkan terpisah. Nilai korelasi untuk anak
kembar identik yang dibesarkan bersama-sama adalah 0.89 dan yang dibesarkan
terpisah 0,78. Jensen berpendapat bahwa jika faktor-faktor lingkungan lebih
penting daripada faktor genetik, maka perbedaannya akan lebih besar.
Tingkat
pendidikan orangtua kandung juga menjadi tolak ukur dalam memprediksi skor-skor
IQ sang anak ketimbang IQ orangtua angkatnya. Akan tetapi, studi-studi adopsi
juga mendokumentaskan pengaruh lingkungan. Perpindahan anak dari keluarga lama
ke keluarga baru, yang mengakomodasi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan
IQ anak sekitar 12 poin. Namun, banyak penelitian menunjukkan bahwa
individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara,
nilai dalam tes IQ mereka berkorelasi tinggi (± 0,50). Di antara kembar identik
korelasi sangat tinggi (± 0,90), sedangkan di antara individu-individu yang
tidak bersanak saudara korelasinya rendah sekali (± 0,20). Bukti lain dari
adanya pengaruh bawaan adalah hasil-hasil penelitian terhadap anak-anak yang
diadopsi. IQ mereka ternyata masih biokorelasi tinggi dengan ayah/ibu yang sesungguhnya
bergerak antara (±0,40 sampai ±0,50). Sedang korelasi dengan orangtua angkatnya
sangat rendah (± 0,10 sampai ± 0,20). Selanjutnya, studi terhadap kembar yang
diasuh secara terpisah juga menunjukkan bahwa IQ mereka tetap berkorelasi
sangat tinggi walaupun mereka tidak pernah saling kenal. Ini menunjukkan bahwa
walau lingkungan berpengaruh terhadap taraf kecerdasan seseorang, tetapi banyak
hal dalam kecerdasan itu yang tetap tak berpengaruh.
2. Pengaruh Faktor Lingkungan
Sementara
faktor keturunan genetika memberi kontribusi pada IQ, kebanyakan peneliti
sepakat bahwa untuk kebanyakan orang, memodifikasi dalam lingkungan dapat
mengubah skor IQ seseorang. Memperkaya lingkungan dapat meningkatkan prestasi
di sekolah dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan.
Walaupun faktor keturunan genetika mungkin selalu mempengaruhi kemampuan
intelektual, faktor-faktor lingkungan dan kesempatan juga dapat menimbulkan
perbedaan.
Studi-studi
telah menemukan korelasi-korelasi signifikan antara status sosiekonomi dan kecerdasan. Cara orangtua berkomunikasi dengan
anak, dukungan yang diberikan orangtua, lingkungan dimana keluarga tinggal, dan
kualitas sekolah memberikan kontribusi terhadap korelasi-korelasi ini. Pengaruh
lingkungan juga ditemukan pada penelitian tentang anak adopsi. Contohnya,
menurut salah satu penelitan, anak yang pindah ke dalam keluarga dengan
lingkungan yang lebih baik dibandingkan keluarga sebelumnya mengalami
peningkatan IQ hingga 12 poin. Dalam penelitian lain, para peneliti pergi ke
rumah-rumah dan mengamati bagaimana orangtua dari keluarga berada dan keluarga
dengan penghasilan menengah berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak
mereka. Mereka menemukan bahwa keluarga yang berpenghasilan sedang lebih
cenderung untuk berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka
dibandingkan dengan orangtua yang berada. Seberapa sering orangtua berbicara
dan berkomunikasi dengan anak pada 3 tahun pertama perkembangan seorang anak
ditemukan berkorelasi dengan skor IQ anak dengan tes Stanford-Binet pada usia 3
tahun. Semakin sering orangtua berkomunikasi dan berbicara dengan anak mereka,
semakin tinggi IQ anak-anak tersebut.
Sekolah juga
mempengaruhi kecerdasan. Pengaruh terbesar telah ditemukan pada anak-anak yang
tidak mendapatkan pendidikan formal dalam jangka waktu lama. Anak-anak ini
mengalami penurunan kecerdasan. Sebuah studi terhadap anak-anak di Afrika
Selatan mengalami penundaan bersekolah selama 4 tahun (karena tidak ada guru)
menemukan adanya penurunan IQ sebesar 5 poin pada setiap tahun penundaan.
Walau ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir, tetapi ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang
berarti. Intelegensi tentunya tidaklah dapat terlepas dari otak. Dengan kata
lain perkembangan organik otak akan
sangat mempengaruhi tingkat intelegensi seseorang. Di pihak lain, perkembangan
otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu, ada
hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang.
Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang
amat penting. Selain gizi, rangsangan-rangsangan
yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang
amat penting. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa inteligensi bisa berkurang
karena tidak adanya bentuk rangsangan tertentu dalam awal-awal kehidupan
individu. Skeels dan Skodak menemukan dalam studi longitudinal mereka bahwa
anak-anak yang dididik dalam lingkungan yang kaku, kurang perhatian, dan kurang
dorongan lalu dipindahkan ke dalam lingkungan yang hangat, penuh perhatian,
rasa percaya, dan memberikan dorongan, menunjukkan peningkatan skor yang cukup
berarti pada tes kecerdasan. Selain itu, individu-individu yang hidup bersama
dalam keluarga mempunyai korelasi kecerdasan yang lebih besar dibanding mereka
yang dirawat secara terpisah. Zajonc dalam berbagai penelitian menemukan bahwa
anak pertama biasanya memiliki taraf kecerdasan yang lebih tinggi dari
adik-adiknya. Olehnya ini dijelaskan karena anak pertama untuk jangka waktu
yang cukup lama hanya dikelilingi oleh orang-orang dewasa, suatu lingkungan
yang memberinya keuntungan intelektual.